
Ilustrasi jalan rusak. (ist)
By Azizatul Nur Imamah
Selama beberapa bulan terakhir, jalan rusak di Lampung menjadi sorotan. Saking semrawutnya jalan ini, pemerintah pusat akhirnya mengambil alih perbaikan terhadap 15 ruas jalan yang rusak dan siap mengucurkan anggaran Rp800 miliar. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo pada saat kunjungannya, pada Jumat (5/5/2023) lalu.
Alih-alih puas, warganet dibuat geram dengan tingkah Gubernur Lampung yang justru bertepuk tangan mendengar kabar ini. Seolah beban tugas di pundaknya menjadi terangkat. Entah saking gregetan atau memang tidak bisa berkata-kata, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono yang berada di sebelah gubernur hanya diam dan tidak bisa menutupi ekspresi kesalnya.
Keadaan di Lampung jelas berbanding terbalik dengan cita-cita menuju smart city yang telah dipersiapkan oleh pemerintah sejak tahun 2011 lalu. Secara gamblang, tujuan dari smart city adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi.
Lantas yang terjadi di Lampung, apakah memang karena pemerintah tidak memberikan alokasi anggaran yang cukup atau karena kurangnya pengawasan?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut secara blak-blakan tentang alokasi anggaran pembangunan jalan di Lampung melalui APBN dan APBD. Khusus APBN, pemerintah melalui Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran Rp588,7 miliar untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan nasional.
Sri Mulyani menuliskan bahwa belanja K/L PUPR untuk pembangunan dan pemeliharaan Jalan Nasional dengan alokasi sebesar Rp588,7 miliar untuk tahun 2023 dan sudah terealisasi Rp81,6 miliar hingga 2 Mei 2023. Realisasi tahun 2022 sendiri mencapai Rp508,1 miliar.
Ada pula transfer dana dari pusat ke pemerintah daerah untuk pembangunan jalan (DAK Fisik) tahun 2023 di provinsi/kabupaten/kota seluruh Lampung sebesar Rp 402,44 miliar untuk 231,9 km. Artinya, ini bukan pertama kalinya pemerintah pusat mengucurkan anggaran besar untuk perbaikan jalan. Lantas, kemana perginya anggaran itu?
Dilansir dari detik.com, Lampung menganggarkan dana senilai Rp72,4 miliar untuk pemeliharaan jalan. Hal ini sebagaimana telah tercatat dalam Peraturan Gubernur Lampung No. 38 Tahun 2022 Pasal 16 bagian (d). Padahal dalam Pasal 8 Pergub yang sama, dijelaskan bahwa anggaran belanja daerah tahun anggaran 2023 Provinsi Lampung direncanakan sebesar Rp 7.381.761.189.686 (Rp 7,38 triliun).
Artinya, Pemerintah Provinsi Lampung hanya mengalokasikan 0,98 persen anggaran belanja daerahnya untuk keperluan perbaikan jalan. Namun, dana itu nyatanya tidak sepenuhnya digunakan untuk pemeliharaan jalan tetapi juga pemeliharaan jaringan dan irigasi.
Mobil Presiden Joko Widodo saat melewati jalan rusak di Lampung. (ist)
Ini bukan pertama kalinya pemerintah pusat kecolongan oleh pemerintah daerah. Kasus di Lampung mulai mencuat setelah video TikTokers Bima Yudho menjadi viral. Ada kemungkinan kota/kabupaten bahkan provinsi lain juga memiliki nasib yang sama.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sedikitnya 52 persen jalan rusak di berbagai daerah pada tahun 2021. Secara keseluruhan pembenahan ini memiliki total anggaran Rp32,7 triliun. Secara total, jalan dengan kondisi rusak di Indonesia ada sepanjang 87.454 kilometer. Serta, 86.844 kilometer jalan berada dalam kondisi rusak berat.
Jika dirinci lebih jauh, ada sepanjang 2.646 kilometer jalan di Indonesia dalam kondisi rusak pada jalan dengan kewenangan negara atau nasional. Kemudian, ada 1.203 jalan dalam kondisi rusak berat pada konteks kewenangan yang sama.
Sementara itu, ada 6.330 kilometer jalan provinsi dalam kondisi rusak, dan 6.385 kilometer jalan provinsi dalam kondisi rusak berat. Lalu, ada 78.478 kilometer jalan atas kewenangan kabupaten/kota dalam kondisi rusak. Serta ada 79.256 kilometer jalan kabupaten/kota dalam kondisi rusak berat.
Disisi lain, tak sedikit warganet yang menuliskan kalimat sarkasme, “netizen lebih gercep daripada pemerintah”. Tidak bisa dipungkiri, bahwa banyak kasus atau masalah yang terselesaikan usai menjadi viral karena kekuatan warganet. Hal ini ibarat demokrasi versi canggih, “dari warganet, oleh warganet, untuk rakyat”.
Melihat bagaimana kerusakan jalan yang terjadi di sebagian besar wilayah di Lampung sangat tidak mungkin kalau gubernur tidak mengetahui tentang hal ini. Namun, tak sedikit pula yang juga menyayangkan sikap pemerintah pusat yang baru turun tangan saat kondisi menjadi viral.
Keadaan Provinsi Lampung secara keseluruhan nyatanya berbanding terbalik dengan upaya Kota Bandar Lampung untuk menuju smart city. Seolah Gubernur Lampung tidak dalam satu visi yang sama atau memang tidak peduli.
Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat telah menyebutkan bahwa gubernur mempunyai tugas mulai dari monitoring, memberdayakan, hingga evaluasi di setiap kabupaten/kota.
Pasalnya, setiap penggunaan APBD atau APBN harus disertai dengan laporan realisasinya. Pertanyaannya, “Bagaimana selama ini pemerintah melakukan pemeriksaan? Apakah asal ada laporan semua beres? Atau memang apakah ada sistem yang salah?”
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sedikitnya terdapat 52 persen jalan rusak di berbagai daerah pada tahun 2021. (ist)
Rentetan kejadian belakangan yang ada tentu mengisyaratkan ada sistem pemerintah yang salah. Menyinggung kembali bagaimana menkeu kecolongan oleh kekayaan anggotanya atau terbongkarnya kasus di Direktorat Jenderal Kementerian Perdagangan (Dirjen Kemendag) yang menjadi penyebab minyak goreng langka.
Hal-hal itu seolah menjadi fenomena gunung es. Di mana, masih banyak yang belum terbongkar dan membuat masyarakat lebih menderita. Alih-alih meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, faktanya masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Masalah itulah yang sebenarnya ingin diselesaikan dengan smart city. Dimana teknologi yang digunakan dapat membantu pengawasan terhadap potensi maupun penyelewengan wewenang oleh pejabat pemerintah. Bahkan, teknologi juga dapat melacak dimana akar masalah yang terjadi.
Apalagi, usai kunjungan Jokowi, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi justru menyalahkan pengusaha yang menjadi salah satu penyebab jalanan di wilayahnya rusak. Menurutnya, kelebihan tonase kendaraan perusahaan menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun juga tidak menutup kemungkinan menyelidiki ada tidaknya unsur tindak pidana korupsi terkait jalan rusak di Lampung. KPK sendiri sudah mengantongi informasi terkait maraknya jalan rusak di lampung.
Dalam smart city, “telah menggunakan teknologi” menjadi pokok utama untuk menuju peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Dengan menggunakan teknologi, sistem akan mencatat semua proses per hari bahkan hingga per detik dalam sebuah record system atau log system. Boleh curang, tetapi semuanya tercatat.